Wednesday, February 25, 2015

Tatanama Binomial Nomenklatur

Dulu kami sempat membahas mengenai materi klasifikasi pada mahkluk, tergolong pula kegunaaan serta tujuan klasifikasi.  Kini kami bakal bahas mengenai penamaan pada makhluk nasib. Tatacara pemberian nama pada mahkluk nasib ini didasarkan pada metode yang disebut Binomial Nomenklatur yang diciptakan oleh Carolus Linnaeus.

Binomial nomenklatur artinya penamaan dengan dua kata. Jadi semua makhluk nasib diberi nama yang terdiri atas 2 kata dari Bahasa Latin alias yang dilatinkan. Lihat contoh berikut:

  

Perhatikan bahwa nama makhluk nasib di atas terdiri atas 2 kata, dengan pokok peraturan sebagai berikut:

    Kata pertama menunjukkan tingkat Genus, serta kata kedua menunjukkan tingkat Spesies.
    Nama tingkat genus ditulis dengan huruf awal kapital (huruf) besar, serta nama tingkat spesies ditulis dengan huruf awal huruf kecil
    Apabila ditulis dengan huruf tegak kedua kata wajib digarisbawahi (umpama Oryza sativa) alias ditulis miring/italic (umpama Oryza sativa)
    Apabila nama terdiri atas lebih dari dua kata, maka kata kedua serta berikutnya wajib digabung alias diberi tanda penghubung. Umpama: Hibiscus rosasinensis alias Hibiscus rosa-sinensis.
    Apabila mempunyai subspesies, nama tersebut ditambahkan pada kata ketiga. Jadi, pada subspesies terdiri atas tiga kata. Sistem penamaan yang terdiri atas tiga suku kata disebut Trinomial nomenklatur, contohnya, Felix maniculata domestica (kucing rumah/piaraan
    Nama species juga mencantumkan inisial pemberi nama species tersebut, contohnya Zea mays L. (yang memberi nama jagung merupakan Linnaeus)

Lantas, mengapa makhluk nasib wajib diberi nama sesuai peraturan semacam itu? Dengan menerapkan tatanama binomial nomenklatur tersebut berfungsi supaya semua orang di seluruh dunia tahu mengenai makhluk nasib yang dimaksud, jadi tak bingung. Contohnya untuk nama daerah pisang, orang Jawa Tengah menyebutnya gedang, padahal kalau orang Jawa Barat gedang berarti pepaya.



Mengapa wajib dengan Bahasa Latin? Konon Bahasa Latin ini bahasa yang telah baku serta tak berkembang lagi. Jadi dengan memakai Bahasa Latin penamaan makhluk nasib menjadi masih serta tak bakal berubah.

Mengapa tak memakai Bahasa Indonesia? Wah, yang ini saya gak dapat jawab. Soalnya saya sendiri bingung dengan Bahasa Indonesia :(

No comments:

Post a Comment